Birmingham, dapat dicapai dengan dua jam kereta dari London ke arah barat laut. Kota multikultural yang begitu apik, di mana satu kepingan masa kecilku tersimpan di sana selamanya. Masa-masa paling bahagia dalam hidupku, so far. Setiap mendengar nama kota itu disebut, aku secara refleks akan menoleh dan mencari sumber suara itu. Bukan tidak mungkin suara itu bermaksud menyebutkan Birmingham, ibukota Alabama, salah satu negara bagian di Amerika Serikat. Tapi itu bukan Birminghamku, karena Birminghamku ada di tanah Albion.
Segala hal yang aku lakukan atau segala benda yang aku miliki yang bercirikan Inggris, merupakan upayaku untuk mengenang kembali masa-masa indah tersebut. Masa di mana hidupku terasa begitu sempurna. Ada Abi, Umi, Kakak, dan Imah yang menemaniku (meskipun keberadaan Hamzah dan Ibad juga merupakan kesempurnaan tersendiri). Masa di mana yang kukhawatirkan hanyalah jariku yang berdarah akibat bermain-main dengan 'kunci' pada kaleng makanan yang berfungsi sebagai pembuka kaleng. Aku ingat sekali saat itu jariku berdarah karena teriris tajamnya tepi kaleng, lalu aku mengadu pada Umi, dan Umi menjawab bahwa semua kesusahan yang kita alami di dunia adalah ujian dari Allah. Dan saat itu aku berpikir bahwa Allah sedang mengujiku dengan membuat jariku terluka.
Masa yang begitu indah di mana kami sering berjalan kaki. Berangkat sekolah diantar Abi, pulang sekolah dijemput Umi. Lalu kami mampir ke perpustakaan kota, dan membaca buku Avocado Baby, juga mampir ke supermarket kecil di samping rel kereta untuk membeli pelembab bibir karena bibir keringku akibat dinginnya cuaca sehari-hari di sana. Makan kebab dan fish and chips dari toko sebelah rumah yang penjualnya orang Pakistan. Rasa kebab di sana beda sama kebab di sini, entah bagaimana. Makan biskuit Star Wars, permen karet dari mesin permen karet koin di dekat rumah, nempel-nempel di heater karena kedinginan, shalat di atas kasur, hahaha.. Rasa-rasanya, bilah disuruh memilih masa-masa paling bahagia dalam hidupku, aku tidak perlu mencari lagi.
Kenangan tentang Birmingham ini cukup membekas dalam diriku. Aku berharap bisa kembali lagi ke sana suatu hari nanti, sekadar mengenang dan menelusuri jejak masa lalu, atau bahkan mungkin membangun keluarga baru di sana. Namun yang pasti, akan selalu ada ruang untuk kota multikultural itu di hatiku.
No comments:
Post a Comment