Sunday 23 March 2014

The Brother

Kita tidak pernah bisa memilih di mana kita dilahirkan, siapa orang tua kita, dan sesiapa saja yang singgah dalam kehidupan kita. Namun kini aku ingin sedikit bercerita tentang seseorang yang telah mengenalku seumur hidupnya, dari sejak aku belum ada di muka bumi ini.

Well, some of may have known his name, it's Muhammad Azzam. Tapi aku memanggilnya kakak. Jujur, dia merupakan salah satu orang paling berpengaruh dalam hidupku. Sejak kecil sampai SMP, kami bersekolah di sekolah yang sama (kecuali waktu TK). Secara umur kami berselisih 2 tahun, tapi secara akademik hanya 1, jadi lingkungan pergaulan kami masih lumayan dekat. Sejak kecil, kami banyak melakukan hal-hal bersama-sama. Acara tontonan teve kami sama. Ketertarikan kami sama-sama di bidang sains. Bahkan sampai pandangan politik kami pun hampir sama, cuma dia agak sedikit lebih ekstrem dari saya. (maap ya kak ._.v)

Waktu masih sekolah dulu, waktu SD, kami selalu pulang bersama-sama, naik angkot dan ojek. Lalu melakukan rutinitas yang sama: mandi, salat ashar, nonton teve sambil makan sore (karena sekolah kami full day school, kami baru sampai rumah pukul 3 sore) sampai waktu maghrib datang. Lalu kami salat maghrib berjamaah, biasanya sama Abi kalau Abi sudah pulang kerja. Lalu kami tilawah. Waktu SD dulu, "kewajiban" tilawah harian kami ditentukan kami kelas berapa: waktu kelas 3 ya 3 halaman, kelas 4 ya 4 halaman, dan seterusnya. Biasanya setelah itu kami menyempatkan nonton teve (sebisa mungkin gak ketahuan Abi Ummi, hehe) tapi cuma sebentar karena kami harus mengerjakan PR. Setelah mengerjakan PR kami salat Isya dan tidur pukul 20.00. Hampir setiap hari rutinitas itu kami jalani. Lalu pada Jumat dan Sabtu malam, kami mendapat kompensasi untuk tidur pukul 22.00 karena biasanya ada film action seru di Trans TV. Hari Sabtu rutinitas tak tentu, dan hari Minggu, kami main game Harvest Moon di Playstation 1 dari pukul 9.00 - 15.00. Selalu begitu setiap minggu. Dan harus kuakui, game Harvest Moon yang paling menyenangkan memang yang di PS 1, yang di PS 2 dan 3 mengecewakan -..-

Saat SMP dulu, kami sama-sama bersekolah di SMPIT Al-Kahfi Islamic Boarding School. Semacam pesantren, tapi pakai kurikulum dari Diknas, bukan Depag. Jadi ini SMP, bukan MTs. Karena kakakku ikhwan, aku tidak bisa bertemu dengannya setiap hari. Namun karena dia memang 'ahli' komputer dari kecil, dia jadi asisten Pak Kiki di laboratorium komputer, dan aku mengikuti jejaknya di tahun-tahun berikutnya. Pada masa SMP inilah kami mulai bertemu dengan pelajaran Biologi, Fisika, dan Kimia. Fisika selalu menjadi fokus utama kakakku dulu. Karena aku memang anak yang 'ikut-ikutan', aku juga 'menganggap' kalau aku suka Fisika. Jadi aku mulai menanamkan kecintaanku pada pelajaran itu. Apalagi gurunya Pak Ilyas sama Pak Nunu, makin deh (makin apa? :p). Yaa pokoknya aku berhasil 'memaksakan' dalam pikiran bahwa aku suka Fisika, sampai akhirnya benar-benar suka. Gak sesuka itu sih, cuma sering jadi 'amazed' aja sama ilmu tersebut, khususnya Fisika Teori yang banyak membahas masalah-masalah filosofis seperti bagaiman alam semesta tercipta, bagaimana ia akan berakhir, apakah kita satu-satunya makhluk hidup, apa yang terjadi kalau atom dibelah, dan lain-lain. Tapi ternyata kakakku gak begitu tertarik dalam membahas masalah-masalah teoretis seperti ini, dia lebih suka hal-hal yang mekanis. Dasar lelaki (?)

Selain dari aspek sekolah, kakakku juga banyak mempengaruhiku dari aspek acara TV. Dulu aku bahkan sama sekali nggak tertarik untuk nonton Top Gear, tapi karena "terpaksa" ikutan nonton pas dia nonton, Top Gear jadi salah satu acara TV favoritku. Selain membahas dunia otomotif, pembawa acaranya humoris banget; Jeremy Clarkson si gorila, Kapten Lambat James May, dan Richard Hammond si pendek (relatif terhadap Jeremy, haha). Dan ternyata masing-masing mereka punya acara TV sendiri, favoritku James May's Man Lab. Dari kakakku pulalah aku belajar mendownload segala macam lewat torrent, dan sekarang aku sudah 'mendakwahkan' penggunaan torrent ke beberapa temanku, meskipun speedy mulai mem-blok thepiratebay, sedih :" (tapi untung masih ada proxy).

Sudah ah, intinya aku bersyukur banget punya dia sebagai kakakku. Meskipun di berbagai aspek dia gak bisa dijadikan teladan (haha maap ya kak), tapi I wouldn't ask for a better big brother than him.

Saturday 15 March 2014

Birmingham

Birmingham, dapat dicapai dengan dua jam kereta dari London ke arah barat laut. Kota multikultural yang begitu apik, di mana satu kepingan masa kecilku tersimpan di sana selamanya. Masa-masa paling bahagia dalam hidupku, so far. Setiap mendengar nama kota itu disebut, aku secara refleks akan menoleh dan mencari sumber suara itu. Bukan tidak mungkin suara itu bermaksud menyebutkan Birmingham, ibukota Alabama, salah satu negara bagian di Amerika Serikat. Tapi itu bukan Birminghamku, karena Birminghamku ada di tanah Albion.

Segala hal yang aku lakukan atau segala benda yang aku miliki yang bercirikan Inggris, merupakan upayaku untuk mengenang kembali masa-masa indah tersebut. Masa di mana hidupku terasa begitu sempurna. Ada Abi, Umi, Kakak, dan Imah yang menemaniku (meskipun keberadaan Hamzah dan Ibad juga merupakan kesempurnaan tersendiri). Masa di mana yang kukhawatirkan hanyalah jariku yang berdarah akibat bermain-main dengan 'kunci' pada kaleng makanan yang berfungsi sebagai pembuka kaleng. Aku ingat sekali saat itu jariku berdarah karena teriris tajamnya tepi kaleng, lalu aku mengadu pada Umi, dan Umi menjawab bahwa semua kesusahan yang kita alami di dunia adalah ujian dari Allah. Dan saat itu aku berpikir bahwa Allah sedang mengujiku dengan membuat jariku terluka.

Masa yang begitu indah di mana kami sering berjalan kaki. Berangkat sekolah diantar Abi, pulang sekolah dijemput Umi. Lalu kami mampir ke perpustakaan kota, dan membaca buku Avocado Baby, juga mampir ke supermarket kecil di samping rel kereta untuk membeli pelembab bibir karena bibir keringku akibat dinginnya cuaca sehari-hari di sana. Makan kebab dan fish and chips dari toko sebelah rumah yang penjualnya orang Pakistan. Rasa kebab di sana beda sama kebab di sini, entah bagaimana. Makan biskuit Star Wars, permen karet dari mesin permen karet koin di dekat rumah, nempel-nempel di heater karena kedinginan, shalat di atas kasur, hahaha.. Rasa-rasanya, bilah disuruh memilih masa-masa paling bahagia dalam hidupku, aku tidak perlu mencari lagi.

Kenangan tentang Birmingham ini cukup membekas dalam diriku. Aku berharap bisa kembali lagi ke sana suatu hari nanti, sekadar mengenang dan menelusuri jejak masa lalu, atau bahkan mungkin membangun keluarga baru di sana. Namun yang pasti, akan selalu ada ruang untuk kota multikultural itu di hatiku.