Sebenarnya banyak yang ingin saya tuliskan di sini. Tapi pengalaman mengajarkan, kalau menulis terlalu banyak, ujung-ujungnya gak selesai, masuk draft, dan gak tersentuh lagi, akhirnya gak ter-publish dan cuma jadi bangkai tulisan yang menuh-menuhin draft. Kayak bayi yang keguguran. Udah makrosomia, keguguran pula. Sedih amat.
Saya cuma mau cerita tentang CBT terakhir ini. CBT terakhir saya kemarin adalah CBT terjelek saya sepanjang saya kuliah di sini. Saya sungguh berharap supaya tidak ada lagi nilai CBT yang seperti itu. Cukup sekali ini saja. Tapi yang ingin saya tekankan kali ini bukan tentang nilai saya yang jelek, tapi cerita tentang bagaimana saya menghadapi dan mempersiapkan CBT kemarin.
CBT saya dilaksanakan Jumat, 22 November 2013 pukul 9.00 - 11.00. Sebelum hari itu tiba, dari hari Senin sebenarnya kami sudah tidak ada jadwal kuliah lagi. Seharusnya banyak waktu untuk belajar kan? Seharusnya. Idealnya begitu. Ditambah lagi dua hari sebelumnya adalah Sabtu dan Minggu, jadi tambah banyak waktu belajarnya.
Tapi teman-teman, ternyata tidak sesimpel itu. Somehow, banyak sekali amanah yang harus dikerjakan minggu itu. Ditambah RnR di hari Selasanya. Ditambah ngedit soal yang sampe sekarang pun belum selesai. Singkat kata, belajar saya keteteran.
Sebenarnya kalau mau jujur, waktu-waktu itu seharusnya cukup untuk melakukan semuanya dengan baik. Tapi seperti biasa, saya dihancurkan oleh manajemen waktu saya yang kacau balau. Bila kau gagal merencanakan, berarti kau sedang merencanakan kegagalan. Hal itulah yang tepat saya alami kemarin. Saya benar-benar menyadari sepenuhnya bahwa saya sudah gagal mengatur waktu saya, saya gagal mengefisienkan sedikit waktu yang saya miliki untung segudang amanah tersebut. Dan bahkan, saat waktu ujian tiba, belum semua lecture saya review lagi. Jadilah saya CBT bermodal nekat. Alhasil, nilainya terjun payung.
Tapi saya tidak bermaksud menyalahkan segala kegiatan nonakademik saya. Tentu rasanya ingin menemukan kambing hitam yang bisa disalahkan, tapi kalau saya jujur terhadap diri saya, menyalahkan amanah adalah hal yang tidak adil. Sekarang saya cuma ingin menyampaikan, saya tidak shock mendapat nilai segitu. Saya merasa pantas. Seseorang akan mendapatkan apa yang diusahakannya. Kalau usahanya kecil, mustahil dapat hasil yang besar. Menanam biji cabai tidak akan menumbuhkan pohon durian (?)
Kadang-kadang, saya masih memperlakukan Tuhan dengan seenaknya. Di saat-saat genting menjelang ujian, ibadah saya meningkat sekali. Saking hopeless-nya, dan udah gak ada lagi yang bisa nolong kecuali Allah. Pun di saat kita sudah meminta dan memohon pertolongan, tapi Allah belum kasih, itu bukan berarti Allah tidak menyayangi kita. Justru sekarang saya merasakan kasih sayang Allah yang begitu besar dengan tidak memberikan saya nilai yang baik. Saya merasa Allah ingin mengajarkan saya bahwa saya salah, tidak seperti ini seharusnya seorang pejuang ilmu, bukan seperti ini seharusnya saya mengatur waktu saya, dan kalau saja saya disukseskan pada ujian kemarin, tidak kecil kemungkinannya saya akan meremehkan ujian-ujian berikutnya, dan tidak melakukan perbaikan terhadap manajemen waktu saya. Lalu masa depan saya akan semakin wibbly-wobbly-timey-wimey gara-gara manajemen waktu yang payah.
Selain itu, saya merasakan di saat-saat genting kemarin, di saat saya sedang melakukan pendekatan intensif kepada Allah, di situ saya merasakan kebahagiaan yang akhirnya mengisi kekosongan dalam hidup saya. Saya menemukan kebahagiaan dalam ketaatan. Saya sudah mempersiapkan diri saya untuk kegagalan ini. Jadi ada satu kesuksesan dari kegagalan saya kemarin: saya sukses menyiapkan diri saya menghadapi kegagalan. Dari kedekatan saya yang intens dengan Allah kemarin, Allah menganugerahkan saya ketenangan dalam menghadapi kegagalan ini. Tumben banget lho gue gak shock atau down ngeliat nilai segitu. Pokoknya saya bertekad supaya hal seperti ini tidak terjadi lagi. Saya tidak boleh menyia-nyiakan amanah yang Allah berikan kepada saya untuk menuntut ilmu, juga amanah orang tua saya, nenek saya, dan yang terpenting, amanah ummat untuk menjadi seorang dokter yang baik.