Jadi sesi pertama itu, praktikum kita tentang pengaruh cara pemberian obat dengan onset dan durasi dari efek obat itu. Objek praktikum kita adalah tikus Wistar, itu lho yang putih-putih kayak Stuart Little. Kita kerja dengan 4 tikus, jadi gue namain deh tikus-tikus di kelompok gue: Stuart 1, Stuart 2, Stuart 3, dan Stuart 4. Nah cara masukin obatnya (kita lagi nguji diazepam, obat tidur) ada 4 juga lah: oral, subcutan, intramuscular, dan intravena. Kalo yang oral itu lewat mulut biasa kayak kita minum obat, cuma bedanya ini kita paksa masukin ke mulut tikusnya pake alat semacam suntikan, tapi ujungnya bukan jarum lho, ya pokoknya biar bisa masuk ke dalem mulut si tikus. Sedangkan 3 cara lainnya itu dengan injeksi, subcutan berarti injeksi di bawah lapisan kulit, intramuskular langsung ke otot, dan intravena ke vena (jelas banget kan ya dari namanya). Pada sesi ini, gue berkesempatan untuk melakukan injeksi subcutan. Gue udah ngincer dari awal pokoknya gue mau nyuntik, ahahay :D
Punya gue sih kayaknya emang yang paling gampang, cuma nyubit sedikit kulit si tikus terus suntik deh. Oh ya, Stuart 1 diinjeksi intramuskular sama Rendi, kalo stuart-stuart lainnya gue lupa sama siapa. Mungkin Alvin, atau Nanda, atau Nashir, atau Agung. Kayaknya bukan anak cewek, pada jijik soalnya. Iyalah, masa pas injeksi intravena aja tikusnya sambil defekasi coba, iyuuuh.. Jadi yaa...memang menjijikkan, basah kencing juga hahaha.. Dan hasilnya, people, alhamdulillah tidak mengecewakan. Punya gue yang berhasil pertama onset sedasi (walaupun sepertinya harusnya gue bersedih karena secara teori, harusnya injeksi intravena yang onset duluan), dan rasanya itu lhooooo, wuaaah, seperti kredibilitas gue sebagai dokter udah teruji! hahaha padahal cuma baru nyuntik tikus doang pake obat tidur, tapi ya gak papalah, sebagai permulaan.. ok lanjut,, hmm pokoknya setelah itu kita mengamati terus perubahan tingkah laku para Stuart, sampai harus mengamati saat mereka tidur, dan repotnya, mereka itu tidurnya gak kethok tidur kayak kita yang menutup kelopak mata, tapi cuma diam tak bergerak dan gak ngerespon sama stimulus yang kita berikan (kayak disodok-sodok atau diangkat-angkat tetep diem aja). Tapi pada akhirnya selesai juga kok laporannya (?) Yang harus diwaspadai saat praktikum dengan tikus malah Nashir, pokoknya kalo dia udah bertindak mencurigakan dan mendekat tanpa alasan, periksa kantong jas lab anda, barangkali anda akan temukan sesosok tikus putih di sana, a.k.a. doi berniat masukin tikus ke kantong gue, untung gue sadar
-_____-
Hmm, itu baru pas sesi I ya, jadi ceritanya di blok 1.3 ini kita ada 2 sesi praktikum farmakologi, nah sebenernya sih yang mau gue ceritain itu yang sesi 2 ini. Lagi, kita bereksperimen dengan tikus-tikus putih. Kali ini, percobaan kita untuk melihat hubungan antara dosis obat yang diberikan sama efek yang terjadi pada tikus. Kalo di buku Color Atlas of Pharmacology-nya Lulmann, contoh kasusnya itu beberapa tikus dikasih Morphine (tau kan, yang suka dipake narkoba, memberikan efek excited), dan gue udah excited sendiri, kirain kita bakal main-main pake Morphine (obat ini efeknya bikin ekor tikus berdiri, kan kece tuh). Eh taunya, obat yang kita mau uji itu Neostigmine, semacam penstimulus saliva (air liur) gitu (merupakan jenis obat inhibitor asetilkolin esterase, CMIIW :p), dengan cara menimbang berat saliva yang dihasilkan si tikus sebelum dan setelah dikasih Neostigmine itu, biar keliatan, dengan dosis Neostigmine sekian, jumlah saliva yang dihasilkan sekian.
Nah kan kita ngukur jumlah salivanya itu dalam satuan berat, jadi ada kayak semacam spons kecil yang kita masukin ke bagian bawah lidahnya si tikus sebelum pemberian obat, terus timbang. Tunggu 10 menit, masukin spons baru ke bagian bawah lidah dan timbang lagi. Dengan begitu kita bisa tahu berapa jumlah saliva yang dihasilkan karena efek obat ini. Yasudah lah ya, pokoknya gitu. Kalo mau tau lebih lanjut mengenai prosedur de el el, nih saya pinjamin buku blok 1.3. Jadi, pas udah mendekati momen-meomen terakhir, di tikus terakhir yang kita mau timbang salivanya itu, foamnya gak bisa diambil soalnya tikusnya udah bangun dan maunya nutup mulut (ohiya, jadi sebelum disuntik Neostigmine, tikus-tikus kita ini dibius dulu). Kalo gak salah yang lagi megangin tikusnya itu Alvin apa Agung gitu gue lupa, dan yang mau ngebuka mulut tikusnya itu Nanda. Bukanya pake sebuah alat yang mirip pinset gitu tapi lebih besar dan namanya bukan pinset, gue lupa apa. Saat tikusnya bangun dan foamnya masih di dalem, kita panik semua, jadi kayak situasi emergency gitu. "Eh gimana itu?? Foamnya ketelen tikusnya!!!" gue lupa siapa yang ngomong gitu, atau jangan-jangan malah gue? Dalam keadaan panik gitu, Nanda gemeteran banget, udah masukin alatnya dalem-dalem ke mulut tikusnya untuk nahan giginya dan ngambil foamnya, tapi usaha gagal, karena gemeternya itu pake banget. Akhirnya diambil alih sama Nashir, dia lebih tenang dan akhirnya foam bisa terambil, situasi emergency teratasi. Kok kalo dibaca lagi, cerita gue ini gak jelas banget ya? Hah, seandainya gue bisa menuliskan situasi saat itu, mesti seru. Suasana gawat daruratnya itu lho, terasa banget, hahaha..
Setelah dua kali melakukan percobaan dengan tikus, gue jadi kepikiran, tikus-tikus bekas percobaan itu nasibnya gimana ya? Apa mereka bakal dipake buat percobaan lagi? Kayaknya sih nggak ya. Lalu pada suatu saat, ada anak tutorial gue, gue lupa siapa, yang bilang kalo mereka akan dibakar, atau dianalgesi (dibius) sampe mati. Hemmmmm, setelah mendengar itu (tanpa tau fakta sebenarnya yang terjadi) gue jadi merasa gak enak dan berutang budi sama tikus-tikus itu. Gue jadi inget eksperimen otot waktu SMA dulu, pake kodok, dan karena kodok gue agresif gak mau diem, otaknya (pokoknya di bagian kepalanya) dilumpuhkan sama guru biologi gue dengan cara ditusuk-tusuk pake jarum. Eh bener kodoknya langsung lemes. Sebenernya gak tega gue, ampe kebayang-bayang dan kebawa mimpi, inget banget gue. Beberapa hari yang lalu gue ngobrol sama Rabikah and just found out about her concerns about animal abuse. Yah walau ini gak bisa dikata animal abuse, tetep aja rasanya gak enak kan (apa cuma gue doang?), dan doi kaget waktu gue bilang tentang pembakaran dan anestesi itu. Dia berencana untuk mengklarifikasi hal ini ke lab farmako (kapan, Bik? gue ikut dong, ajak-ajak yaw). Semoga saja tikus-tikus itu baik-baik saja dan gak mengalami rasa sakit yang berarti pun ketika mereka harus mati. Sekian.
-_____-
Hmm, itu baru pas sesi I ya, jadi ceritanya di blok 1.3 ini kita ada 2 sesi praktikum farmakologi, nah sebenernya sih yang mau gue ceritain itu yang sesi 2 ini. Lagi, kita bereksperimen dengan tikus-tikus putih. Kali ini, percobaan kita untuk melihat hubungan antara dosis obat yang diberikan sama efek yang terjadi pada tikus. Kalo di buku Color Atlas of Pharmacology-nya Lulmann, contoh kasusnya itu beberapa tikus dikasih Morphine (tau kan, yang suka dipake narkoba, memberikan efek excited), dan gue udah excited sendiri, kirain kita bakal main-main pake Morphine (obat ini efeknya bikin ekor tikus berdiri, kan kece tuh). Eh taunya, obat yang kita mau uji itu Neostigmine, semacam penstimulus saliva (air liur) gitu (merupakan jenis obat inhibitor asetilkolin esterase, CMIIW :p), dengan cara menimbang berat saliva yang dihasilkan si tikus sebelum dan setelah dikasih Neostigmine itu, biar keliatan, dengan dosis Neostigmine sekian, jumlah saliva yang dihasilkan sekian.
Nah kan kita ngukur jumlah salivanya itu dalam satuan berat, jadi ada kayak semacam spons kecil yang kita masukin ke bagian bawah lidahnya si tikus sebelum pemberian obat, terus timbang. Tunggu 10 menit, masukin spons baru ke bagian bawah lidah dan timbang lagi. Dengan begitu kita bisa tahu berapa jumlah saliva yang dihasilkan karena efek obat ini. Yasudah lah ya, pokoknya gitu. Kalo mau tau lebih lanjut mengenai prosedur de el el, nih saya pinjamin buku blok 1.3. Jadi, pas udah mendekati momen-meomen terakhir, di tikus terakhir yang kita mau timbang salivanya itu, foamnya gak bisa diambil soalnya tikusnya udah bangun dan maunya nutup mulut (ohiya, jadi sebelum disuntik Neostigmine, tikus-tikus kita ini dibius dulu). Kalo gak salah yang lagi megangin tikusnya itu Alvin apa Agung gitu gue lupa, dan yang mau ngebuka mulut tikusnya itu Nanda. Bukanya pake sebuah alat yang mirip pinset gitu tapi lebih besar dan namanya bukan pinset, gue lupa apa. Saat tikusnya bangun dan foamnya masih di dalem, kita panik semua, jadi kayak situasi emergency gitu. "Eh gimana itu?? Foamnya ketelen tikusnya!!!" gue lupa siapa yang ngomong gitu, atau jangan-jangan malah gue? Dalam keadaan panik gitu, Nanda gemeteran banget, udah masukin alatnya dalem-dalem ke mulut tikusnya untuk nahan giginya dan ngambil foamnya, tapi usaha gagal, karena gemeternya itu pake banget. Akhirnya diambil alih sama Nashir, dia lebih tenang dan akhirnya foam bisa terambil, situasi emergency teratasi. Kok kalo dibaca lagi, cerita gue ini gak jelas banget ya? Hah, seandainya gue bisa menuliskan situasi saat itu, mesti seru. Suasana gawat daruratnya itu lho, terasa banget, hahaha..
Setelah dua kali melakukan percobaan dengan tikus, gue jadi kepikiran, tikus-tikus bekas percobaan itu nasibnya gimana ya? Apa mereka bakal dipake buat percobaan lagi? Kayaknya sih nggak ya. Lalu pada suatu saat, ada anak tutorial gue, gue lupa siapa, yang bilang kalo mereka akan dibakar, atau dianalgesi (dibius) sampe mati. Hemmmmm, setelah mendengar itu (tanpa tau fakta sebenarnya yang terjadi) gue jadi merasa gak enak dan berutang budi sama tikus-tikus itu. Gue jadi inget eksperimen otot waktu SMA dulu, pake kodok, dan karena kodok gue agresif gak mau diem, otaknya (pokoknya di bagian kepalanya) dilumpuhkan sama guru biologi gue dengan cara ditusuk-tusuk pake jarum. Eh bener kodoknya langsung lemes. Sebenernya gak tega gue, ampe kebayang-bayang dan kebawa mimpi, inget banget gue. Beberapa hari yang lalu gue ngobrol sama Rabikah and just found out about her concerns about animal abuse. Yah walau ini gak bisa dikata animal abuse, tetep aja rasanya gak enak kan (apa cuma gue doang?), dan doi kaget waktu gue bilang tentang pembakaran dan anestesi itu. Dia berencana untuk mengklarifikasi hal ini ke lab farmako (kapan, Bik? gue ikut dong, ajak-ajak yaw). Semoga saja tikus-tikus itu baik-baik saja dan gak mengalami rasa sakit yang berarti pun ketika mereka harus mati. Sekian.
yah kita doakan saja semoga mereka mendapat tempat yang terbaik di akhirat sana karena telah menyumbangkan tubuh mereka untuk diutak-atik sama pelajar dan mahasiswa ... :P
ReplyDeleteyes you're right.. I mean, what else can we do? :P
Deleteiya tau has, aku juga kepikiran. walaupun aku benci binatang berbulu, tapi kasian tikusnya. katanya sih mereka udah pasti bakal di matiin biar ga menularkan penyakit, soalnya kan mereka bisa jadi kebal habis dipake praktikum
ReplyDeleteoh gitu, setelah dikasih obat jadi kebal? kok bisa? emang obatnya gak mengalami eliminasi?
Deletewah hasna akhirnya nulis di blog lagi :B
ReplyDeletebener juga has. tikusnya kasian yaa.. tapi kalau nggak ke tikus mau dicobain ke siapa lagi? insyaAllah ada manfaatnya ya has. jadi mereka nggak sia-sia :D
iya nih fin, sebenernya banyak yg mau kutulis, cuman suka bingung gitu dan kadang males ahaha :V
Deleteiya emang, mungkin itu salah satu manfaat tikus, biar kita bersyukur mereka ada, walaupun suka nggondol makanan dari dapur -..- (beda juga sih jenis tikusnya, wkwkwk)
atau mungkin kalau beruntung tikusnya dijadiin preparat histo! :p
Deleteiya sih, itu yg poaling terasa manfaatnya kayaknya hahaha :D
Deletesepertinya aku akan melakukan hal yang sama di semester selanjutnya, --".
ReplyDeleteahaha, selamat bereksperimen! have fun ya! :D
Delete